[3 Episode Rule] Made in Abyss

Saat Made in Abyss ditayangkan, saya sendiri merencanakan untuk membuat Mid-Season Review dibandingkan dengan 3 Episode Rule berhubung tone ceritanya baru benar-benar terlihat begitu menemui karakter tertentu. Hanya saja melihat episode yang sudah tayang, saya jadi sangat ingin untuk menulis tentang salah satu eksekusi worldbuilding terbaik dari semua seri yang pernah saya lihat.

Made in Abyss menceritakan tentang petualangan dua anak yang berasal dari Abyss, lubang raksasa yang menyimpan banyak harta dan lebih banyak lagi bahaya. Riko lahir di dalam Abyss dan berhasil dibawa ibunya kepermukaan, dan sekarang terobsesi untuk mengikuti jejak ibunya untuk menjadi White Whistle, gelar yang diberikan untuk Raider legendaris. Reg adalah robot tanpa ingatan yang diidentifikasi sebagai artifak Abyss oleh Riko. Keduanya ingin memecahkan misteri yang jawabannya hanya bisa ditemukan di dasar Abyss.

Sebelum ditayangkan manga-nya sendiri memiliki reputasi akibat ceritanya kelam walaupun memiliki karakter dengan desain yang manis, serta dunia yang sangat indah. Daripada mengulang-ngulang komentar dan peringatan tentang twist atau hal-hal mengerikan yang akan terjadi kedepannya, saya akan menyampaikan hal apa saja yang tiga episode ini berhasil lakukan.

It knows how to worldbuild and conveys it in natural way

Salah satu kritik yang sering saya dengar tentang Made in Abyss adalah pace-nya yang lambat. Kita tahu Riko dan Reggie akan terjun ke Abyss dan tiga episode itu terlalu memakan banyak waktu sampai ekspedisi resmi dimulai. Hanya saja tiga episode yang memakan dua bulan di ceritanya ini ini telah menceritakan beberapa hal yang sangat penting untuk petualangan kedua tokoh utamanya.

Tiga episode ini memperlihatkan bagaimana masyarakat yang fatalistik ini hidup. Kota ini dibangun oleh orang yang cukup serakah atau cukup gila untuk terjun ke Abyss. Sebuah kota yang ingin mengungkap rahasia dan mengambil harta Abyss serta merayakan “pengorbanan” para Raider yang mati untuk mencapai hal ini. Berhubung sampah dari Abyss saja memiliki harga yang mahal di luar pulau tentunya banyak orang yang nekat melakukannya dari seluruh dunia.

Anak-anak panti asuhan sendiri didoktrin bahwa orang tua mereka mati di Abyss sebelum diasuh disini, dan ingin mereka tumbuh seperti orang tua mereka untuk membalas budi. Bila kalian belum menyadari bahwa ada yang aneh di panti asuhan ini perlu diingat bahwa Riko sendiri tidur di kamar penyiksaan dan membangunkan Reg dengan instrumen hukuman mati. Begitu juga dengan fakta bahwa anak-anak ini dikirim ke lapisan Abyss yang walaupun terbilang cukup aman, Riko dan Nat nyaris mati di sini dan esok harinya masih kembali lagi. Ini juga alasan kenapa anak-anak di seri ini memiliki pandangan hidup yang dewasa, penderitaan dan bahaya membuat manusia lebih cepat tumbuh.

2 bulan waktu yang berjalan juga berguna untuk memberikan Reg kepribadian dan hubungan dengan orang-orang di permukaan. Di seri lain umumnya karakter robot semacam dia menumbuhkan kepribadian seiring cerita berjalan, namun Made in Abyss ingin dia tumbuh sebagai manusia dulu sebelum ekspedisi dimulai. Mungkin kalian juga menyadari Jirou lebih peduli dengan apakah Reg bisa bekerja dengan tangannya daripada dengan situasinya.

This is not a nice society, di seri lain hal ini dilihat sebagai hal yang perlu diperbaiki. Namun bagi Riko situasi ini hanyalah fakta sehari-hari dan satu-satunya yang dia inginkan adalah menemukan ibunya. Hal inilah yang membuat cerita tentang anak yang berpetualang ke tempat yang mematikan ini bisa bekerja. Semua ini dilakukan lewat eksposisi yang sangat alami, bahkan saat ada infodump sekalipun seperti efek dari kutukan, area Abyss, dan hierarki para Raider visualisasinya cukup menarik.

Saya sendiri melihat tempo ceritanya sebagai “langkah yang sabar”, seakan-akan studio animasinya sangat yakin seri ini akan mendapat season kedua.

On making a dark story

Akhir-akhir ini bila saya mendengar seri dengan cerita yang kelam, saya otomatis menerjemahkannya sebagai seri yang terlalu mengandalkan shock value dengan memperlihatkan adegan brutal dan tidak benar-benar menceritakan tema atau konsep yang kelam, singkatnya edgy for edginess sake. Sehingga saya sangat menghargai seri yang sadar bahwa adegan yang tidak menyenangkan harus punya alasan dan fungsi yang jelas untuk menjelaskan tema cerita. Made in Abyss berhasil memenuhi kriteria ini.

Berbagai poin yang sudah saya jelaskan tentang fatalisme diatas saya harap sudah menjadi contoh yang mencukupi untuk melakukan hal ini, namun adegan perpisahan di akhir episode tiga adalah contoh terbaiknya. Riko adalah anak yang tumbuh di tempat dimana mayoritas orang mati akibat bahaya Abyss, dan kematian tersebut justru dirayakan dan menjadi “agama” pulau tersebut. Riko sepenuhnya sadar bahwa ekspedisi ini akan membunuhnya dan dia sama sekali tidak melihat ada yang salah dengan situasi ini, mati akibat Abyss terhitung sebagai kematian alami untuk semua orang di pulau ini.

Riko sadar Nat menyukainya. Nat sadar Riko harus terjun kedalam Abyss untuk “hidup”. Keduanya tahu hubungan mereka sekarang harus berakhir dan hal inilah yang membuat perpisahan tersebut sangat menyakitkan.

It’s heartbreakingly pretty

Kinema Citrus sepenuhnya sadar dengan materi yang mereka kerjakan, mereka sadar aspek terkuat seri ini adalah dunia yang sangat, sangat menarik. Pembuka seri ini seperti sebuah adegan pembuka RPG klasik melihat dunia yang terlihat sangat pantas dijelajahi ini. Background anime ini digambar oleh veteran Ghibli dan musiknya juga digubah oleh Kevin Penkin yang sebelumnya mengerjakan soundtrack untuk game. Bila kalian merasa anime ini terasa seperti game walaupun tidak ada eksposisi tentang stats dan leveling, itulah alasannya.

Verdict: Prepare to Di(v)e

Saat ditanyakan tentang seri ini, saya umumnya memperkenalkannya dengan kalimat “Karakter seri Dark Souls punya kualitas hidup yang jauh lebih baik dibandingkan tokoh utamanya”. Progresi Made in Abyss bisa disimpulkan dengan “Dua anak kecil disiksa habis-habisan, lalu hal yang lebih parah terjadi setelahnya” namun cerita ini juga memiliki pondasi yang kuat berkat dunia dan karakter yang sangat menarik, dan saya sendiri melihat anime ini sebagai seri paling indah untuk musim ini.

Hanya saja saya juga sepenuhnya paham dengan mereka yang men-drop anime ini karena kurang suka dengan banyaknya bencana yang ditimpa anak berusia 12 tahun dan orang dewasa disekitarnya yang membiarkan hal ini terjadi, it’s only going to get worse.