[Review] Kyokou Suiri

Selamat datang kembali dalam rubrik Review Jurnal Otaku Indonesia. Setelah seminggu ini kami telah membahas anime-anime musim dingin yang cukup eksentrik, ulasan untuk kali ini akan membahas salah satu anime yang punya ekspektasi tinggi bagi saya dan mungkin juga staf lain, Kyouko Suiri (In/Spectre).

Anime ini merupakan adaptasi dari novel ringan karya Kyou Shirodaira dan ilustrator Chashiba Kataise dengan judul yang sama. Kyou Shirodaira memulai debut serial novel ini pada tahun 2011 yang berfokus pada misteri Kojin Nanase. Sekuel novel berikutnya diterbitkan Kodansha pada tahun 2015 yang berjudul sama dengan anime-nya. Sekuel berikutnya terbagi menjadi tiga bagian dan mulai diterbitkan pada Januari 2019.

Kemudian adaptasi manga Kyoukou Suiri diluncurkan Kyou dan Chasiba pada April 2015 di majalah Shounen Magazine R. Kodansha telah menerbitkan volume ke-12 manga ini pada 17 Maret 2020. Manga ini juga didistribusikan di Jerman dan Amerika Utara dengan judul “In/Spectre”. Sementara itu di Perancis, manga ini diberi judul “Stranger Case”.

Sinopsis:

Saat berumur 11 tahun, Kotoko Iwanaga diculik oleh youkai selama 2 minggu dan diminta untuk menjadi “Dewa Kebijaksanaan”, mediator antara roh dan dunia-dunia manusia, yang langsung disetujui olehnya akan tetapi bayarannya adalah mata kanan dan kaki kirinya. Sekarang, (atau) enam tahun setelah kejadian sebelumnya, setiap ada keinginan dari youkai untuk memecahkan masalah, mereka menuju Kotoko untuk berkonsultasi.

Sementara itu, Kurou Sakuragawa, mahasiswa universitas yang berusia 22 tahun, baru saja putus dengan pacarnya setelah ia ditinggal sendiri saat keduanya berhadapan dengan kappa. Melihat ini menjadi kesempatan baginya untuk dekat dengan Kurou, Kotoko cepat bergerak, berharap untuk menikahi Kurou suatu hari nanti. Akan tetapi, ia menyadari bahwa ada sesuatu yang lebih dari Kurou. Dengan pengetahuannya, Kotoko meminta tolong kepada Kurou dalam memecahkan berbagai masalah yang disampaikan secara supranatural, sambil berharap pasangan barunya ini akan menemukan balasan terhadap perasaannya.

Take It or Leave It

“Nah begini nih ceritanya, ada kasus begini yang bla-bla-bla-bla. Sehingga sepantasnya  kita memecahkan masalah ini secepatnya.” Benar, mereka mengambil jalan cepat saat mereka sudah sangat dekat dengan penyelesaian dari pemecahan tersebut. Saya masih tak habis pikir dengan cara mereka melewatkan masalah di ketiga/empat episode awalnya. Mereka menggantungkan cerita tersebut begitu saja, seolah itu sudah menjadi “jembatan” yang sudah jadi.

Sebagian orang juga pasti dibuat pusing dengan teori-teori yang dijabarkan dalam serial ini. Jikalau dibuat grafik intensitas BS-nya, untuk tiga episode pertama standar lah di pertengahan. Kemudian saat masuk arc Kojin Nanase, intensitas BS itu naik-naik secara perlahan. Hingga fase tertingginya pada 4 episode terakhir. Pada kuat gak nontonnya? Alhamdulillah saya masih betah hingga akhir. Namun dari itu semua, saya mengapresiasi story telling yang disusun oleh Noboru Takagi. Takagi sebelumnya sudah berkecimpung dalam proyek seperti “Baccano!“, “Ginga Eiyuu Densetsu“, “Sankarea” dan “Durarara!!. 

Fictional Reasoning

Yah, dari judulnya sendiri sudah mendeskripsikan apa yang akan dibahas dalam serial ini. Serial ini memang menyajikan kasus-kasus supranatural yang berpotensi dapat dipecahkan, namun hanya dari sisi penyidik atau dalam serial ini adalah Kotoko, Kurou, dan Saki. Jika kita memposisikan diri sebagai netizen dan menyadari di kemudian waktu bahwa pemecahan masalah yang dilakukan ketiga orang itu ternyata jauh dari yang diharapkan, tentunya rasa penasaran kita akan kembali muncul. Ada perasaan ingin menuntut mereka, namun bagaimanapun itu ketiga orang tersebut “paling tidak” bisa meredam masalah terlebih dahulu. Sambil berharap tak ada kejadian serupa yang terjadi di kemudian hari.

Verdict: One Mystery is Enough For Entire Season

Kaczmarek

Jika ada cara mudah untuk menebalkan gendang telinga dan membakar otak, mungkin serial ini bisa menjadi jawabannya. Mengesampingkan kesulitan penonton untuk mengerti jalan ceritanya, adaptasi dari novel imenjadi anime ini saya nilai cukup sempurna untuk serial misteri. Mereka masih mempertahankan cerita utama tanpa berniat mengurangi materialnya, hingga terasa seperti diperluas secara orisinal. Untuk menjawab pertanyaan universal dari anime ini, ada perlunya penonton juga membaca novelnya. Saya kurang mengapresiasi adaptasi manga-nya karena banyak melewatkan beberapa hal krusial.

Daya tarik utama dari serial ini menurut saya adalah dialog antar karakternya. Kotoko, si pendek mirip Colorado tak berkaki kiri dan bermata kanan, Kurou, laki-laki datar yang memiliki latar belakang cukup gelap, dan Saki, mantan Kurou yang masih penakut akan dunia supranatural. Layaknya romcom, dialog Kurou-Kotoko-Saki sebenarnya sudah cukup untuk memantapkan ratingnya. Sayangnya ini bukan serial romcom.

And thanks to Nanase Karin’s assets. You just extended my will to watch this series until the end.

BlueHeaven

Kyokou Suiri atau yang disebut dengan In/Spectre merupakan anime yang memadukan logika berpikir dan mitologi kepercayaan terhadap makhluk gaib. Dalam eksekusinya, anime ini mengandalkan Sakuragawa Kurou dan Iwanaga Kotoko sebagai duet tokoh utama yang memotori sepanjang seri. Penggambaran Kotoko sangatlah unik, gadis imut yang kehilangan satu mata dan satu kaki menjadi daya tarik buat penonton menggali isi anime ini. Namun selebihnya dari itu adalah sampah.

Dari plot dan pembagian scene benar-benar bikin saya kesal mati-matian. Puncak kekesalan saya bukan pada pertengahan atau akhir dari seri ini, namun pada episode kedua dan ketiga. Saya tak habis pikir apa yang dipikiran sutradara ketika dia belum menyelesaikan bagian yang dimiliki episode kedua dan melanjutkan bagian tersebut ke dalam setengah babak di episode ketiga, kemudian memulai arc baru di pertengahan episode ketiga. Sebenarnya saya sudah ingin sekali membuang anime ini untuk tidak ditonton. Tetapi tampilnya Nanase Karin menjadi daya tarik untuk saya kembali terikat dengan seri ini.

Sejak pertengahan episode ketiga ini, arc Nanase Karin tidak selesai-selesai sampai akhir dari anime ini. Karin hanya dijadikan boneka, sementara Kotoko menjelaskan teorinya sepanjang episode. Mungkin setengah isi dari anime ini adalah bacotan dari Kotoko. Makanya, kalau kamu ga tahan mungkin bisa eneg nontonnya.

Suara ekslusif sang dewa sudah diperdengarkan sejak episode kedua, sampai-sampai debatnya dengan ular ini kebablasan sampai episode 3

Selain daripada deskripsi bagaimana arwah gentayangan Kojin Nanase terbentuk, tidak ada yang bisa membuat saya memberikan respon positif terhadap ocehan Kotoko. Soal Kurou? Lupakan, sampai saat ini saya tidak paham inti kekuatan peramalannya yang mengharusnya mati. Yang ada dimata saya, Kurou hanya bertarung, mati, terus dikasih ilustrasi gimana dia meraih tali nasib, bangkit, ulang. Kotoko tetap yang mengerjakan semuanya hingga kasus tuntas, sementara Saki hanya berperan menjadi penonton.

Visualnya juga dibawah standar. Tidak ada latar belakang yang istimewa yang saya lihat, apalagi animasinya yang sedikit karena isinya kebanyakan teori. Musiknya mungkin agak mendingan, walaupun masih jauh dibawah standar saya. Karakter yang sedikit diisi banyak ocehan dialog nina bobo membuat saya menyia-nyiakan waktu saya untuk menonton keseluruhan anime ini. Kalau kamu mau mencari anime genre misteri atau supernatural masih banyak judul di luar sana yang jauh lebih baik.

Story: 2/10

Characters: 3/10

Visual: 4/10

Audio: 5/10

Enjoyment: 5/10

Overall: 3.8/10

Kaptain

Saya akan mengatakan sesuatu yang berani dan kontroversial: Kyouko Suiri bukan sebuah seri misteri. Ini adalah seri tentang anti-misteri karena orang yang bisa pake siluman/youkai/hantu sebagai saksi dan informan tentu aja bisa nyelesain kasus dengan sekejap. Tugas Kotoko itu mastiin misteri tetap jadi misteri dan Kurou sebagai siluman artifisial yang ditakuti para siluman itu tukang pukulnya.

Adaptasi ini nggak ngasih nilai tambah dibandingkan dengan baca langsung manga-nya. Awalnya saya mau ngasih toleransi berhubung arc Nanase ini emang nggak enak diadaptasi. Tapi gara-gara arc uler yang ngeganggu banget pacing-nya itikad baik saya abis. Kalau ada satu hal yang saya apresiasi itu performa bagus Kotoko yang horny all the time, normalnya saya suka kesel sama tipe rich prodigy kayak gini, namun diluar sesi investigasi nih orang dikadalin Kurou mulu dan rencana “romantis” dia selalu aja gagal dengan spektakuler.

Jadi saya vonis anime ini dengan “baca aja manga-nya”. Staf produksi rasanya kayak ngeremehin proyek ini yang memang berat di dialog, terus ngerasa nunjukin karakternya duduk manis dan ngasih infodump itu udah cukup buat seri semacam ini. Serius mayoritas waktu tayangnya abis di kamar hotel dan jok mobil.

Cuma ya kalau arc selanjutnya mau diadaptasi juga, saya bakal nonton berhubung ceritanya lebih enak dijadiin anime.