Tokoh Pendidikan di Jepang Berkata, “Tidak akan ada Bill Gates dan Steve Jobs kalau mereka belajar di Jepang”

February 18, 2016 10:17
Tokoh Pendidikan di Jepang Berkata, “Tidak akan ada Bill Gates dan Steve Jobs kalau mereka belajar di Jepang”

Tidak aneh rasanya menganggap Jepang sebagai negara yang sangat baik tingkat edukasinya, mereka juga diajarkan disiplin dan rasa tanggung jawab yang tinggi sedari kecil sehingga tidak heran banyak orang Jepang yang begitu serius dalam bekerja. Hal ini menjadi sebuah buah bibir dari seorang tokoh pendidikan di Jepang, Hirotada Ototake.

JOI - hirotada ototake

Hirotada Ototake adalah tokoh pendidikan yang terkemuka di Jepang, dia menjadi terkenal setelah masuk ke universitas ternama, Waseda; walaupun tidak memiliki lengan dan kaki. Autobiografinya mendapatkan pengakuan internasional, dan setelah lulus dia bekerja sebagai penulis serta guru sekolah dasar sebelum akhirnya diangkat menjadi anggota Badan Pendidikan Tokyo pada tahun 2013.

Ototake berhenti dari badan tersebut pada akhir tahun lalu, walaupun dia seharusnya masih menjabat. Untuk mengetahui alasannya, mungkin beberapa darinya tersirat dari rangkaian tweet terbarunya mengenai sistem pendidikan Jepang. Dalam rangkaian tersebut, dapat dilihat juga ketidakpuasannya dengan sistem saat ini.

 

 

Kamu bisa mengatakan sekolah di Jepang seperti ‘pusat pendidikan salaryman’. Karena itulah tujuan mereka, bagi anak-anak yang tidak bisa menjadi salaryman, atau mereka yang tidak bercita-cita menjadi salaryman, sekolah adalah tempat yang membosankan, datar. Aku rasa ini adalah akar masalah kenapa jumlah wirausaha di Jepang itu sangat sedikit sekali.


Kita tahu Steve Jobs dan Bill Gates pernah kesusahan di sekolah. Bila mereka mendapatkan pendidikan di ‘pusat pendidikan salaryman’ seperti di Jepang, Apple dan Microsoft mungkin tidak akan ada. Bila dilihat-lihat, bukankah sistem pendidikan Jepang merusak potensi seorang anak untuk mengejar dunia internasional?

Tentu aku tidak mengatakan menjadi salaryman itu tidak sebaik menjadi wirausaha. Tentu setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Kalau saja ada sebuah cara bagi anak-anak yang tidak cocok menjadi salaryman untuk mengejar mimpi-mimpi mereka. Rasanya dunia akan menjadi lebih baik dengan variasi usaha yang banyak didampingi cara hidup yang bervariasi.”

Ototake ingin menjelaskan kalau sebenarnya banyak murid Jepang yang memiliki jalan hidup berbeda namun tidak bisa mengejarnya karena pendidikan yang begitu ketat. Dia kemudian menambahkan contoh spesifik di sebuah tweet lain:


Sebagai contoh, hampir semua sekolah mencekoki anak muridnya untuk belajar dari pendahulunya dan menggunakan metode yang sudah ditentukan. Murid tidak bisa memilih makanan untuk makan siang dan sekolah memiliki aturan ketat mengenai baju dan gaya rambut. Aku rasa pendidikan Jepang menekan muridnya untuk mengikuti perintah dari orang lain supaya mereka lebih teratur dalam grup.”

Kritik Ototake tersebut langsung menuai banyak reaksi dan di-retweet ribuan orang. Beberapa komentar netizen terlihat setuju dengan ide dari Ototake tersebut.

  • “Aku juga merasa begitu”
  • “Bener banget. Orang tua juga punya andil, karena tujuan mereka adalah supaya anaknya diterima perusahaan yang bagus.”
  • “Aku ingin kita punya sistem pendidikan yang menghormati pilihan individu, dan membiarkan anak-anak mengembangkan ketertarikannya.”

Namun walau ada pro, pasti juga ada kontra dari pendapat tersebut. Tidak semua orang bisa menerima pendapat Ototake, beberapa netizen melawan pendapat tersebut dengan keras, juga menyuarakan pendapatnya masing-masing. “Siapa yang menentukan seorang anak tidak pantas jadi salaryman? Guru mereka?” menurut salah seorang pengguna Twitter.

Ada juga yang mengatakan kalau Jepang, dalam lingkup tertentu, memiliki sebuah dasar pendidikan yang cukup bagi mereka yang tidak berencana melanjutkan kuliah atau bekerja di perusahaan setelah mengenyam bangku sekolah. Pendidikan tinggi tidak begitu penting di Jepang karena banyaknya sekolah kejuruan yang dapat memberikan keterampilan tertentu untuk bidang usaha lain.

 

Netizen lain tidak yakin bila menggunakan Steve Jobs dan Bill Gates sebagai contoh wirausaha merupakan ideal yang baik, menurutnya kedua orang tersebut adalah pengecualian. Bila sukses, seorang wirausaha tentu akan mendapatkan banyak uang, tapi bila gagal maka yang akan didapatnya adalah kesengsaraan. Karena itu lebih banyak orang yang mencari kestabilan hidup dengan menjadi salaryman. Kestabilan adalah sesuatu yang sangat dihargai oleh masyarakat Jepang, dan keinginan mereka untuk mendapatkannya juga berperan besar kepada tingkat kemiskinan yang rendah dari negara tersebut. Walaupun tweet Ototake sepertinya berbicara mengenai sistem pendidikan yang mengekang muridnya menjadi salaryman, tidak sedikit juga anak-anak yang memiliki aspirasi untuk menjadi pekerja kantoran saat mereka dewasa. Menjawab mereka yang memiliki pendapat berbeda dengannya, Ototake kemudian meluncurkan sebuah tweet penutup mengenai masalah ini.


Tweet yang aku sebarkan pagi ini sepertinya telah mengundang banyak kesalahpahaman kalau aku membeda-bedakan antara wirausaha dengan salaryman. Beberapa orang mengekspresikan kepadaku kalau cara pikir dan kepemimpinan yang menurutku tidak berhasil diajarkan oleh sistem edukasi juga penting bagi para salaryman. Mereka benar tentang itu.

Sepertinya, Ototake ingin supaya sistem pendidikan Jepang memberikan lebih banyak kebebasan bagi mereka yang ingin mengejar cita-citanya sendiri dan tidak terpaku pada 1 profesi saja. Mungkin dia memang benar, seharusnya lebih banyak sekolah yang memberikan dukungan lain sesuai dengan aspirasi dan cita-cita anak didiknya. Walaupun hal itu artinya menggebrak kebiasaan lama mereka.

Sumber: Rocketnews

Sorry. No data so far.